Mandala Manukrawa, Bawahan Tarumanagara
Mandala Manukrawa disebut-sebut sebagai bawahan kerajaan Tarumanagara. Dalam naskah Sunda Kuno (NSK), menurut Undang A Darsa, Manukrawa adalah sebuah Mandala. Kemandalaan adalah kata benda untuk Mandala yang berarti tempat suci sekaligus kawasan perdikan yang memiliki kewenangan khusus di bidang keagamaan. Sebagian masyarakat di tatar Sunda menyamakan Mandala dengan Kabuyutan.
Mandala Manukrawa termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.
Mandala Manukrawa adalah 1 dari 73 Mandala yang tercantum dalam naskah Sunda Kuno. Selain itu Mandala Manukrawa juga disebut sebagai Kerajaan Manukrawa dan sevagai bawahan Kerajaan Tarumanegara. Manukrawa adalah 1 dari 48 kerajaan bawahan Tarumanagara.
Lokasi Kerajaan Manuk Rawa
Lokasi kerajaan Manukrawa diperkirakan dekat dengan sungai muara sungai Cimanuk di daerah Indramayu sekarang. Dalam Naskah wangsa Kerta Kerajaan manukrawa tersebut muncul sejaman dengan kerajaan Tarumanegara. Dalam Ktab Negara Kertabumi Kerajaan Manukwara dipimpin oleh seorang Raja bernama Bongalpati Kerajaan tersebut terletak di tepian muara sungai Cimanuk, dan musnah akibat banjir bandang.
Mandala Manukrawa termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan.
Mandala Manukrawa adalah 1 dari 73 Mandala yang tercantum dalam naskah Sunda Kuno. Selain itu Mandala Manukrawa juga disebut sebagai Kerajaan Manukrawa dan sevagai bawahan Kerajaan Tarumanegara. Manukrawa adalah 1 dari 48 kerajaan bawahan Tarumanagara.
Lokasi Kerajaan Manuk Rawa
Lokasi kerajaan Manukrawa diperkirakan dekat dengan sungai muara sungai Cimanuk di daerah Indramayu sekarang. Dalam Naskah wangsa Kerta Kerajaan manukrawa tersebut muncul sejaman dengan kerajaan Tarumanegara. Dalam Ktab Negara Kertabumi Kerajaan Manukwara dipimpin oleh seorang Raja bernama Bongalpati Kerajaan tersebut terletak di tepian muara sungai Cimanuk, dan musnah akibat banjir bandang.
Dalam catatan sejarah, pada tahun 413, Raja Tarumanagara Purnawarman memperkokoh parit dan memperindah aliran Sungai Sarasah / Manukrawa yang terletak di Kerajaan Manukrawa (kerajaan bawahan Tarumanagara). Proyek ini dikerjakan selama kurang lebih 2 bulan, antara Oktober/November sampai Desember/Januari.
Pada saat upacara selamatan tanda selesainya proyek ini, Purnawarman berhalangan hadir dan mengutus Mahamantri Cakrawarman sebagai perwakilan. Sang Mahamantri bersama pembesar kerajaan lainnya ikut hadir dalam upacara tersebut dengan mengendarai perahu besar, dan kali ini Purnawarman menghadiahkan 400 ekor sapi, 80 ekor kerbau, pakaian bagi para brahmana, 10 ekor kuda, 1 buah bendera Tarumanagara, 1 buah patung Wisnu, dan bahan makanan.
Ketika Tarumanagara dipimpin oleh Wisnuwarman, terjadi pemberontakan dan huru hara. Keberadaan Mandala atau Kerajaan Manukrawa tercatat dalam sejarah.
Wisnuwarman dinobatkan menjadi raja, 9 hari setelah ayahnya wafat. Penobatan dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 434, dengan gelar nobat Sri Maharaja Wisnuwarman Digwijaya Tunggal Jagatpati. Perayaan penggantian raja baru ini dilaksanakan tiga hari tiga malam.
Berbeda dengan ayahnya yang sangat tempramental, Wisnuwarman memiliki sifat lebih penyabar dan tidak lekas marah. Meskipun demikian, sifat pemberani dan ahli bertempur warisan sang ayah tetap dimilikinya.
Setelah dinobatkan menjadi raja, Wisnuwarman mengirimkan duta kerajaannya untuk memberitahukan kepada raja-raja sahabat seperti Cina, India, Syangka, Campa, Yawana, Sumatera, Kutai, Sri Lanka, Darmanagari, dan yang lainnya. Utusannya tersebut dititipi pesan pemberitahuan kepada mereka bahwa Wisnuwarman telah menjadi penguasa Tarumanagara dan mempererat serta melanjutkan persahabatan.
Pada tahun ketiga masa pemerintahannya, Wisnuwarman bersama para pembesar Tarumanagara lainnya serta didampingi oleh para pendeta melakukan mandi suci (matirta) di Sungai Gangga (wilayah kerajaan Indraprahasta). Mandi suci tersebut dilaksanakan secara khusus atas anjuran para brahmana karena di tahun tersebut , Tarumanagara sering mendapat musibah bencana alam (gempa bumi) dan gerhana bulan. Tanda-tanda alam tersebut diyakini oleh para brahmana sebagai pertanda buruk yang akan membawa bencana bagi Tarumanagara. Upacara mandi suci itu diakhiri dengan pemujaan bagi Batara Wisnu dan Siwa dalam tempat pemujaan di sekitar sungai Gangga.
Suatu ketika, Wisnuwarman hampir saja akan terbunuh saat beliau berburu dalam hutan. Percobaan pembunuhan itu dilakukan oleh 4 orang yang tidak dikenal. Tetapi untung saja pasukan Bhayangkara (pasukan pengawal raja) dapat membunuh para pembunuh bayaran itu.
Meskipun kepemimpinan dari Wisnuwarman ini cukup baik, akan tetapi ada seseorang yang bernafsu untuk menghabisi nyawa Wisnuwarman. Rencana pembunuhan kedua terjadi beberapa bulan setelah usaha pembunuhan pertama dapat digagalkan. Kali ini “sang dalang” lebih nekad melakukan aksinya. Seorang pembunuh bayaran diutus untuk menyelinap ke dalam keraton, dan melakukan pengintaian beberapa hari. Setelah menemukan waktu yang tepat, pembunuh itu masuk ke kamar tidur raja dengan membawa beberapa senjata di malam saat Wisnuwarman dan permaisurinya yang bernama Suklawarmandewi sedang tertidur lelap. Pembunuh bayaran itu, tertangkap. Terungkaplah ternyata dalang dari semua usaha pembunuhan ini adalah pamannya sendiri yang bernama Cakrawarman (Mahamantri dan Panglima Perang Tarumanagara). Dari informasi pembunuh itu, diketahui bahwa Cakrawarman ingin merebut tahta kerajaan dengan cara menghabisi seluruh keturunan Wisnuwarman. Bahkan Cakrawarman pernah menjadi kaki tangan (orang ke-2 di Tarumanagara) di masa pemerintahan Maharaja Purnawarman.
Meskipun usahanya selalu gagal, Cakrawarman tetap berambisi untuk menjadi penguasa Tarumanagara. Di Kerajaan Wanagiri atau Mandala Wanagiri, ia bersama komplotannya melakukan huru-hara ke daerah-daerah sekitarnya untuk mengganggu stabislitas keamanan serta menjatuhkan wibawa Wisnuwarman di mata penduduk.
Usaha kudeta terhadap Wisnuwarman ini didukung pula oleh 2 menteri Tarumanagara, 2 menteri dari kerajaan Agrabinta dan Purwanagara, Tumenggung dari daerah Mandala Purwalingga atau Kerajaan Purwalingga, Panglima dari Kerajaan Sabara atau Mandala Sabara, putra mahkota dari Kerajaan Gunung Kidul, dan seorang ksatria dari kerajaan Nusa Sabay atau Mandala Nusa Sabay.
Parahnya lagi, beberapa Panglima tinggi Tarumanagara yang seharusnya sebagai benteng kerajaan ikut pula mendukung Cakrawarman dalam usaha perebutan kekuasaan ini. Para panglima tinggi itu antara lain Panglima Angkatan Perang, Panglima Angkatan Darat (wadya padati), Wakil Panglima Angkatan Laut, dan Kepala Bhayangkara.
Dengan dukungan penuh (termasuk prajurit) dari gabungan kekuatan-kekuatan tersebut, maka komplotan Cakrawarman berhasil menguasai separuh daerah di barat Jawa.
Atas desakan dari rakyat di beberapa daerah yang selama ini menjadi korban kekerasan komplotan Cakrawarman, akhirnya Wisnuwarman segera menyiapkan pasukan inti Tarumanagara (yang masih setia) untuk membasmi para pemberontak itu. Sementara itu, Wisnuwarman juga mengirim beberapa utusan ke beberapa daerah untuk segera menyiapkan bala bantuan. Beberapa kerajaan daerah (bawahan Tarumanagara) yang masih setia akhirnya bersedia membantu dengan mendatangkan pasukannya dan bergabung dengan Tarumanagara. Kerajaan-kerajaan daerah itu antara lain Kerajaan atau Mandala Ujung Kulon, Kerajaan atau Mandala Sabara, Kerajaan atau Kerajaan Salakanagara, Kerajaan atau Mandala Agrabinta dan Kerajaan atau Mandala Legon.
Sumber: Westjavakingdom
Post a Comment