Mandala Sindangjero, Bawahan Kerajaan Tarumanagara
Kembali lagi dalam bahasan marathon tentang Mandala-mandala di tatar Pasundan. Satu dari 73 Mandala yang disebutkan Naskah Sunda Kuno (NSK) adalah Mandala Sindang Jero (Sindangjero). Informasi ini dikemukakan oleh Undang A Darsa, Peneliti budaya Sunda Universitas Pajajaran Bandung.
Mandala Sindangjero termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan. Lokasi Mandala Sindang Jero kemungkinan berada dekat Sungai Sarasah (Cimanuk) Indramayu Jawa Barat sekarang.
Keberadaan Mandala Sindangjero atau Kerajaan Sindang Jero terungkap dalam huru-hara di Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan ini turut berjasa dalam membantu Tarumangara mengatasi pemberontakan Cakrawarman. Pasukan Kerajaan (Mandala) Sindang Jero pimpinan Panglima Pasukan Darat yang bernama Bonggol Bumi (Senapati Pedati), bergabung dengan pasukan gabungan kerajaan bawahan Tarumanagara lainnya untuk menyerang Cakrawarman dan pengikutnya yang bemarkas di Girinata. Sedangkan Senapati Pedati bernama Bonggol Bumi seorang tetua dari Desa Sindang Jero (mungkin sekarang namanya menjadi Sindang Dalem).
Cakrawarman tetap berambisi untuk menjadi penguasa Tarumanagara. Di Mandala Wanagiri (Kerajaan Wanagiri) Cirebon, ia bersama komplotannya melakukan huru-hara ke daerah-daerah sekitarnya untuk mengganggu stabilitas keamanan serta menjatuhkan wibawa Wisnuwarman di mata penduduk.
Usaha kudeta Wisnuwarman ini didukung pula oleh dua menteri Tarumanagara, dua menteri dari kerajaan Agrabinta dan Purwanagara, Tumenggung dari daerah Purwalingga, Panglima dari Kerajaan Sabara, putra mahkota dari Kerajaan Gunung Kidul, dan seorang ksatria dari kerajaan Nusa Sabay.
Parahnya lagi, beberapa Panglima tinggi Tarumanagara yang seharusnya sebagai tunggul kerajaan ikut pula mendukung Cakrawarman dalam usaha perebutan kekuasaan ini. Para panglima tinggi itu antara lain Panglima Angkatan Perang, Panglima Angkatan Darat (wadya padati), Wakil Panglima Angkatan Laut, dan Kepala Bhayangkara.
Dengan dukungan penuh (termasuk prajurit) dari gabungan kekuatan-kekuatan tersebut, maka komplotan Cakrawarman berhasil menguasai separuh daerah di barat Jawa.
Atas desakan dari rakyat di beberapa daerah yang selama ini menjadi korban kekerasan komplotan Cakrawarman, akhirnya Wisnuwarman segera menyiapkan pasukan inti Tarumanagara (yang masih setia) untuk membasmi para pemberontak itu. Sementara itu, Wisnuwarman juga mengirim beberapa utusan ke beberapa daerah untuk segera menyiapkan bala bantuan.
Beberapa kerajaan daerah (bawahan Tarumanagara) yang masih setia akhirnya bersedia membantu dengan mendatangkan pasukannya dan bergabung dengan Tarumanagara. Kerajaan-kerajaan daerah itu antara lain Ujung Kulon, Sabara, Salakanagara, Agrabinta dan Legon.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Wisnuwarman dan Cakrawarman, setelah melakukan pertempuran yang sengit, pasukan Tarumanagara dan sekutunya berhasil menguasai Wanagiri. Tetapi, Cakrawarman bersama pasukannya yang sudah terdesak berhasil melarikan diri ke sebelah timur dan menyebrangi sungai Citarum sebelum akhirnya mendirikan markas sementara di hutan yang berada di wilayah Kerajaan Cupunagara.
Cakrawarman memilih wilayah ini karena dia merupakan menantu dari Prabu Satyaguna (raja Cupunagara - Mandala Cupunagara) Subang. Di wilayah ini, Cakrawarman memohon izin kepada mertuanya untuk mendirikan “kerajaan tandingan” bagi Tarumangara. Tetapi Prabu Satyaguna tidak mau mengambil resiko menjadi sekutu dari pemberontak ini, meskipun sang pemberontak adalah menantunya sendiri.
Raja Cupunagara ini hanya mau membantu memberikan perbekalan dan senjata dengan syarat Cakrawarman harus segera meninggalkan wilayah kerajaannya.
Setelah kepentingannya tidak mendapat restu pihak Cupunagara, maka Cakrawarman dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke arah tenggara dan mendirikan markas baru di Girinata (hutan bagian selatan wilayah Kerajaan Indraprahasta - Mandala Indraprahasta - Cirebon Girang, di dekat situ terdapat Sungai Cimanuk).
Mandala Sindangjero termasuk dalam daftar Kabuyutan atau Kemandalaan di Tatar Pasundan. Lokasi Mandala Sindang Jero kemungkinan berada dekat Sungai Sarasah (Cimanuk) Indramayu Jawa Barat sekarang.
Keberadaan Mandala Sindangjero atau Kerajaan Sindang Jero terungkap dalam huru-hara di Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan ini turut berjasa dalam membantu Tarumangara mengatasi pemberontakan Cakrawarman. Pasukan Kerajaan (Mandala) Sindang Jero pimpinan Panglima Pasukan Darat yang bernama Bonggol Bumi (Senapati Pedati), bergabung dengan pasukan gabungan kerajaan bawahan Tarumanagara lainnya untuk menyerang Cakrawarman dan pengikutnya yang bemarkas di Girinata. Sedangkan Senapati Pedati bernama Bonggol Bumi seorang tetua dari Desa Sindang Jero (mungkin sekarang namanya menjadi Sindang Dalem).
Cakrawarman tetap berambisi untuk menjadi penguasa Tarumanagara. Di Mandala Wanagiri (Kerajaan Wanagiri) Cirebon, ia bersama komplotannya melakukan huru-hara ke daerah-daerah sekitarnya untuk mengganggu stabilitas keamanan serta menjatuhkan wibawa Wisnuwarman di mata penduduk.
Usaha kudeta Wisnuwarman ini didukung pula oleh dua menteri Tarumanagara, dua menteri dari kerajaan Agrabinta dan Purwanagara, Tumenggung dari daerah Purwalingga, Panglima dari Kerajaan Sabara, putra mahkota dari Kerajaan Gunung Kidul, dan seorang ksatria dari kerajaan Nusa Sabay.
Parahnya lagi, beberapa Panglima tinggi Tarumanagara yang seharusnya sebagai tunggul kerajaan ikut pula mendukung Cakrawarman dalam usaha perebutan kekuasaan ini. Para panglima tinggi itu antara lain Panglima Angkatan Perang, Panglima Angkatan Darat (wadya padati), Wakil Panglima Angkatan Laut, dan Kepala Bhayangkara.
Dengan dukungan penuh (termasuk prajurit) dari gabungan kekuatan-kekuatan tersebut, maka komplotan Cakrawarman berhasil menguasai separuh daerah di barat Jawa.
Atas desakan dari rakyat di beberapa daerah yang selama ini menjadi korban kekerasan komplotan Cakrawarman, akhirnya Wisnuwarman segera menyiapkan pasukan inti Tarumanagara (yang masih setia) untuk membasmi para pemberontak itu. Sementara itu, Wisnuwarman juga mengirim beberapa utusan ke beberapa daerah untuk segera menyiapkan bala bantuan.
Beberapa kerajaan daerah (bawahan Tarumanagara) yang masih setia akhirnya bersedia membantu dengan mendatangkan pasukannya dan bergabung dengan Tarumanagara. Kerajaan-kerajaan daerah itu antara lain Ujung Kulon, Sabara, Salakanagara, Agrabinta dan Legon.
Terjadilah pertempuran antara pasukan Wisnuwarman dan Cakrawarman, setelah melakukan pertempuran yang sengit, pasukan Tarumanagara dan sekutunya berhasil menguasai Wanagiri. Tetapi, Cakrawarman bersama pasukannya yang sudah terdesak berhasil melarikan diri ke sebelah timur dan menyebrangi sungai Citarum sebelum akhirnya mendirikan markas sementara di hutan yang berada di wilayah Kerajaan Cupunagara.
Cakrawarman memilih wilayah ini karena dia merupakan menantu dari Prabu Satyaguna (raja Cupunagara - Mandala Cupunagara) Subang. Di wilayah ini, Cakrawarman memohon izin kepada mertuanya untuk mendirikan “kerajaan tandingan” bagi Tarumangara. Tetapi Prabu Satyaguna tidak mau mengambil resiko menjadi sekutu dari pemberontak ini, meskipun sang pemberontak adalah menantunya sendiri.
Raja Cupunagara ini hanya mau membantu memberikan perbekalan dan senjata dengan syarat Cakrawarman harus segera meninggalkan wilayah kerajaannya.
Setelah kepentingannya tidak mendapat restu pihak Cupunagara, maka Cakrawarman dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke arah tenggara dan mendirikan markas baru di Girinata (hutan bagian selatan wilayah Kerajaan Indraprahasta - Mandala Indraprahasta - Cirebon Girang, di dekat situ terdapat Sungai Cimanuk).
Prabu Wiryabanyu (raja Indraprahasta) mendapat informasi dari Tarumanagara bahwa wilayahnya telah dijadikan sarang pemberontak, dan dengan segera ia menyiapkan armada perangnya yang terkenal tangguh untuk mengepung persembunyian Cakrawarman dari arah timur.
Pasukan tambahan yang datang dari Kerajaan Sindang Jero, Kerajaan Wanagiri, dan Kerajaan Manukrawa - Mandala Manukrawa, semakin memberikan kekuatan bagi pasukan sekutu dari Tarumanagara ini. Melalui siasat perang dari Prabu Wiryabanyu, akhirnya pasukan dibagi dua kelompok. Kelompok pertama dipimpin langsung oleh Prabu Wiryabanyu melalui jalan darat, sedangkan kelompok kedua dipimpin oleh Panglima Angkatan Laut Indraprahasta dengan menyusuri sungai Manukrawa (Cimanuk).
Setelah masing-masing kelompok menggerakan pasukannya, tibalah kedua kelompok itu di pos pertama. Mereka mendirikan tenda disitu sambil menunggu kedatangan bala bantuan tambahan dari Kerajaan Singanagara, Kerajaan Sundu Gumita, dan Kerajaan Bumi Sagandu - Mandala Bhumi Sagandu.
Setelah gabungan pasukan dari 7 kerajaan bawahan Tarumanagara itu semua berkumpul, malam harinya Prabu Wiryabanyu sebagai pimpinan perang dari semua kerajaan memerintahkan seluruh pasukannya untuk bersiap-siap menyerang komplotan Cakrawarman saat fajar datang.
Serangan sekutu Tarumanagara dengan kekuatan besar, datang dari berbagai penjuru serta dilakukan secara mendadak. Cakrawarman dan pasukannya terlihat kewalahan dan banyak yang tewas. Meskipun begitu, beberapa panglima tinggi Tarumanagara yang membelot masih bisa memberikan perlawanan.
Cakrawarman yang melihat Prabu Wiryabanyu memimpin pasukan musuhnya, marah dan segera menghampiri raja Indraprahasta itu. Namun sebelum sampai menghadang Prabu Wiryabanya, pasukan bhayangkara yang bersenjatakan tombak dan panah telah terlebih dahulu merobohkan Cakrawarman hingga tewas.
Dalam peristiwa itu, sebagian besar komplotan Cakrawarman termasuk pembesar-pembesarnya tewas. Sedangkan beberapa komplotan yang terluka dibawa ke Jayasingapura (ibu kota Tarumanagara) untuk diadili. Mereka yang benar-benar terlibat kemudian dihukum mati, sedangkan yang hanya ikut-ikutan dikenai denda.
Bila melihat data di atas, bahwa Ibukota Tarumanagara masih berada di Jayasingapura (lihat: Mandala Jasinga), maka dapat disimpulkan bahwa kejadian ini sangat kuno. Kerajaan Tarumanagara masih awal berdiri, karena masih beribukota di Jayasingapura, belum pindah ke Sundapura (lihat Mandala Sundapura).
Prabu Wiryabanyu dan seluruh orang yang berjasa dalam aksi penumpasan itu diberi hadiah oleh Wisnuwarman. Beberapa jabatan tinggi yang selama ini dipegang oleh para pembelot langsung diganti oleh orang-orang dan panglima dari Kerajaan Indraprahasta, Cirebon Girang sekarang.
Prabu Wisnuwarman memiliki dua orang permaisuri, yang pertama bernama Suklawarmandewi (adik dari raja Kutai), dan yang kedua bernama Suklawatidewi (puteri Prabu Wiryabanyu, dari Mandala/Kerajaan Indraprahasta). Dari permaisuri yang pertama, Wisnuwarman tidak memiliki keturunan, karena sang permaisuri wafat dalam usia muda disebabkan penyakit lambung yang berkepanjangan. Penerus selanjutnya tahta Tarumanagara jatuh pada Indrawarman (puteranya dari isteri kedua).
Referensi
- tarkahanacarakajawa
- westjavakingdom
Post a Comment